MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF
RESUME
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah “Inovasi Pembelajaran” yang diampu oleh Bapak
Jamiludin Usman
oleh
:
KELOMPOK
6 :
SAFRUDI
ALFARIZI
ACH
MAS’ODI
MAHMUDI
WILDHA
SYAFITRIH
WINDIANA
NUR
ASRI MAULIDA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2019
RESUME
“MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF”
1. Pembelajaran
menurut Paradigma Konstruktivistik
Menurut
paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan
perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga
cenderung bersifat subyektif. Belajar menuru pandangan ini lebih sebagai proses
regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman
konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif
siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas
peistiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran
melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa
yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan
pengertian yang dibangun secara personal. Belajar bermakna terjadi melalui
refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis,
pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat
pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna.
Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat
ini. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan
penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma
ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban
benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi,
pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan modelmodel yang dibangkitkan
oleh siswa sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi
kelas konstruktivistik, yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan
kebutuhan siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3)
menghargai pandangan siswa, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap
kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual.
Hal yang lebih penting, bagaimana guru mendorong dan menerima otonomi
siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer (bukan
hanya buku teks), menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki
sebagai pengarah pembelajaran.
1.1 Tujuan dan Hasil Belajar
Tujuan belajar menurut paradigma
konstruktivistik mendasarkan diri pada tiga fokus belajar, yaitu:
Fokus yang pertama yaitu proses,
mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mempersepsi apa yang
terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut didasari oleh
asumsi, bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa berkembang secara alamiah. Oleh
sebab itu, paradigma pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa ke fitrahnya
sebagai manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa
yang dipresentasikan oleh guru.
Fokus yang kedua yaitu transfer belajar,
mendasarkan diri pada premis “siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya
dapat mengingat apa yang dipelajari”. Satu nilai yang dapat
dipetik dari premis tersebut, bahwa meaningful learning harus diyakini
memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan rote learning,
dan deep understanding lebih baik dibandingkan senseless memorization.
Fokus yang ketiga yaitu bagimana belajar
(how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan
dengan apa yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian learning
how to learn, adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa.
Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk ketarampilan berpikir.
Belajar berbasis keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan
belajar bagaimana belajar
1.2 Peranan Guru dalam Pembelajaran
Menurut hasil forum Carnegie tentang
pendidikan dan ekonomi, di abad informasi ini terdapat sejumlah kemampuan yang
harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran. Kemampuan-kemampuan tersebut,
adalah memiliki pemahaman yang baik tentang kerja baik fisik maupun sosial,
memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, memiliki
kemampuan membantu pemahaman siswa, memiliki kemampuan mempercepat kreativitas
sejati siswa, dan memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain. Para guru
diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan pengetahuan yang mereka
perlukan untuk mendukung pekerjaannya serta menghadapi tantangan dan kemajuan
sains dan teknologi. Guru tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi
hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan,
di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para guru diharapkan
bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan
kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan
kritis. Para guru diharapkan menjadi masyarakat memiliki pengetahuan yang luas
dan pemahaman yang mendalam. Di samping penguasaan materi, guru juga dituntut
memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu
model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari
topik-topik yang beragam. Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh
para guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi
menjadi pekerjaan yang menantang.
Apabila konsep pembelajaran tersebut
dipahami oleh para guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban,
tetapi menjadi pekerjaan yang menantang. Konsep pembelajaran tersebut
meletakkan landasan yang meyakinkan bahwa peranan guru tidak lebih dari sebagai
fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Tugas
sebagai fasilitator relatif lebih berat dibandingkan hanya sebagai transmiter
pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi langsung sebagai
perancah, model, pelatih, dan pembimbing.
1.3 Penggubahan Lingkungan dan Sumber Belajar
Salah satu asas pembelajaran yang harus
dipahami adalah “membawa dunia siswa ke dunia guru dan menghantarkan dunia guru
ke dunia siswa”. Tujuannya, adalah untuk mengenali potensi siswa dan
memberdayakan potensi tersebut sehingga melahirkan pencerahan bagi siswa itu
sendiri. Alternatif upaya pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan
penggubahan lingkungan dan sumber belajar.
Yang termasuk lingkungan belajar adalah
sekolah, keluarga, masyarakat, pramuka, dan media masa. Termasuk sumber belajar
adalah guru, orang tua, teman dewasa, teman sebaya, bahan, alat, dan lingkungan
itu sendiri. untuk pembelajaran (by design) dan ada pula yang bukan
dirancang khusus untuk pembelajaran, tetapi dapat digunakan untuk keperluan
pembelajaran (by utilization)
2. Model
Pembelajaran
Gunter et al mendefinisikan an instructional model is a
step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce
& Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual
yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian,
model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit
dibedakan dengan strategi pembelajaran. An instructional strategy is a
method for delivering instruction that is intended to help students achieve a learning
objective
Berikut diberikan lima contoh model pembelajaran yang memiliki
kecenderungan berlandaskan paradigma konstruktivistik, yaitu:
2.1 Model Reasoning and Problem Solving
Model reasoning and
problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran,
yaitu:
1. membaca
dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi,
mendeskripsikan seting pemecahan,
2. mengeksplorasi
dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan,
membuat tabel, grafik, atau gambar),
3. menseleksi
strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau
ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan),
4. menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan
keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri),
5. refleksi
dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain,
memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan
masalah-masalah variatif yang orisinil).
Sebagai dampak pembelajaran dalam model
ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan pengetahuan
secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif
krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi
terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.
2.2 Model Inquiry Training
Untuk model ini, terdapat tiga prinsip
kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu
yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality secara mandiri.
Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip
kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga
kemandirian, akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.
Model inquiry training memiliki
lima langkah pembelajaran, yaitu:
1. menghadapkan
masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling
bertentangan),
2. menemukan
masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya
masalah),
3. mengkaji
data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan
hipotesis),
4. mengorganisasikan,
merumuskan, dan menjelaskan, dan
5. menganalisis
proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.
Sebagai dampak pembelajaran dalam model
ini adalah strategi penelitian dan semangat kreatif. Sedangkan dampak
pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan,
otonomi siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.
2.3 Model Problem-Based Instruction
Problem-based instruction adalah
model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi
keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam
pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa
belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan
menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta,
mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual
atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
Model problem-based instruction memiliki
lima langkah pembelajaran yaitu:
1. guru
mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah
bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau
tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa),
2. guru
membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itudiinvestigasi
(investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif,
melakukan surve dan pengukuran),
3. guru
membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang
akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya),
4. pengorganisasian
laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain), dan
5. presentasi
(dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator
dan anggota masyarakat).
Dampak pembelajaran adalah pemahaman
tentang kaitan pengetahuan dengan dunia nyata, dan bagaimana menggunakan
pengetahuan dalam pemecahan masalah kompleks. Dampak pengiringnya adalah
mempercepat pengembangan self-regulated learning, menciptakan
lingkungan kelas yang demokratis, dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa.
2.4 Model Pembelajaran Perubahan Konseptual
Pengetahuan yang telah
dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang secara
spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara pengetahuan
baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa konflik,
kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri.
Model
pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu:
1. Sajian
masalah konseptual dan kontekstual,
2. konfrontasimiskonsepsi
terkait dengan masalah-masalah tersebut,
3. konfrontasi
sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh
tandingan,
4. konfrontasi
pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah,
5. konfrontasi
materi dan contoh-contoh kontekstual,
6. konfrontasi
pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan
secara bermakna.
Dampak pembelajaran dari model ini
adalah: sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan
penerapan pengetahuan yang variatif. Dampak pengiringnya adalah: pengenalan
jati diri, kebiasaan belajar dengan bekerja, perubahan paradigma, kebebasan,
penumbuhan kecerdasan inter dan intrapersonal .
2.5 Model Group Investigation
Ide model pembelajaran geroup
investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar.
Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun
1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education. Dalam
buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan
cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang
kehidupan nyata.
Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan
dalam model group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert
Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi
yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi. Model group-investigation
memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu:
1. grouping (menetapkan jumlah anggota
kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan),
2. Planning (menetapkan apa yang
akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya),
3. investigation (saling tukar
informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi,
menganalisis data, membuat inferensi),
4. organizing (anggota kelompok
menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator,
dan notulis),
5. presenting (salah satu kelompok
menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan
pertanyaan atau tanggapan), dan
6. evaluating (masing-masing siswa
melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi
kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan,
melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
Sebagai dampak pembelajaran adalah
pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin,
proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak
pengiring pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam bernegara,
kebebasan sebagai siswa, penumbuhan aspek sosial, interpersonal, dan
intrapersonal.
0 komentar:
Posting Komentar