Senin, 07 Oktober 2019

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF


MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF

RESUME
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Inovasi Pembelajaran” yang diampu oleh Bapak Jamiludin Usman


oleh :
KELOMPOK 6 :
SAFRUDI ALFARIZI
ACH MAS’ODI
MAHMUDI
WILDHA SYAFITRIH
WINDIANA
NUR ASRI MAULIDA


Description: Description: F:\IMG-20180530-WA0006.jpg



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2019

RESUME
“MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF”
1.     Pembelajaran menurut Paradigma Konstruktivistik
      Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menuru pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peistiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna.
      Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan modelmodel yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan siswa, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual.
      Hal yang lebih penting, bagaimana guru mendorong dan menerima otonomi siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer (bukan hanya buku teks), menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki sebagai pengarah pembelajaran.
1.1  Tujuan dan Hasil Belajar
       Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri pada tiga fokus belajar, yaitu:
       Fokus yang pertama yaitu proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut didasari oleh asumsi, bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa berkembang secara alamiah. Oleh sebab itu, paradigma pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa yang dipresentasikan oleh guru.
       Fokus yang kedua yaitu transfer belajar, mendasarkan diri pada premis “siswa dapat menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang dipelajari”. Satu nilai yang dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa meaningful learning harus diyakini memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan rote learning, dan deep understanding lebih baik dibandingkan senseless memorization.
       Fokus yang ketiga yaitu bagimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk ketarampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar bagaimana belajar
1.2  Peranan Guru dalam Pembelajaran
       Menurut hasil forum Carnegie tentang pendidikan dan ekonomi, di abad informasi ini terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran. Kemampuan-kemampuan tersebut, adalah memiliki pemahaman yang baik tentang kerja baik fisik maupun sosial, memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, memiliki kemampuan membantu pemahaman siswa, memiliki kemampuan mempercepat kreativitas sejati siswa, dan memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain. Para guru diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung pekerjaannya serta menghadapi tantangan dan kemajuan sains dan teknologi. Guru tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para guru diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan kritis. Para guru diharapkan menjadi masyarakat memiliki pengetahuan yang luas dan pemahaman yang mendalam. Di samping penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam. Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh para guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang menantang.
       Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh para guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang menantang. Konsep pembelajaran tersebut meletakkan landasan yang meyakinkan bahwa peranan guru tidak lebih dari sebagai fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih berat dibandingkan hanya sebagai transmiter pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi langsung sebagai perancah, model, pelatih, dan pembimbing.


1.3  Penggubahan Lingkungan dan Sumber Belajar
      Salah satu asas pembelajaran yang harus dipahami adalah “membawa dunia siswa ke dunia guru dan menghantarkan dunia guru ke dunia siswa”. Tujuannya, adalah untuk mengenali potensi siswa dan memberdayakan potensi tersebut sehingga melahirkan pencerahan bagi siswa itu sendiri. Alternatif upaya pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan penggubahan lingkungan dan sumber belajar.
       Yang termasuk lingkungan belajar adalah sekolah, keluarga, masyarakat, pramuka, dan media masa. Termasuk sumber belajar adalah guru, orang tua, teman dewasa, teman sebaya, bahan, alat, dan lingkungan itu sendiri. untuk pembelajaran (by design) dan ada pula yang bukan dirancang khusus untuk pembelajaran, tetapi dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran (by utilization)

2.     Model Pembelajaran
       Gunter et al mendefinisikan an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to help students achieve a learning objective
      Berikut diberikan lima contoh model pembelajaran yang memiliki kecenderungan berlandaskan paradigma konstruktivistik, yaitu:
2.1  Model Reasoning and Problem Solving
      Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
1.      membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan,
2.      mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar),
3.      menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan),
4.       menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri),
5.      refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).
      Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.
2.2  Model Inquiry Training
      Untuk model ini, terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga kemandirian, akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.
      Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
1.      menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling bertentangan),
2.      menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah),
3.      mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis),
4.      mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan
5.      menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.
      Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi penelitian dan semangat kreatif. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.
2.3  Model Problem-Based Instruction
      Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
      Model problem-based instruction memiliki lima langkah pembelajaran yaitu:
1.      guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa),
2.      guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itudiinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan pengukuran),
3.      guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya),
4.      pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain), dan
5.      presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator dan anggota masyarakat).
      Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan dengan dunia nyata, dan bagaimana menggunakan pengetahuan dalam pemecahan masalah kompleks. Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulated learning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa.
2.4  Model Pembelajaran Perubahan Konseptual
      Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri.
Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu:
1.      Sajian masalah konseptual dan kontekstual,
2.      konfrontasimiskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut,
3.      konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan,
4.      konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah,
5.      konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual,
6.      konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna.
      Dampak pembelajaran dari model ini adalah: sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variatif. Dampak pengiringnya adalah: pengenalan jati diri, kebiasaan belajar dengan bekerja, perubahan paradigma, kebebasan, penumbuhan kecerdasan inter dan intrapersonal .
2.5  Model Group Investigation
      Ide model pembelajaran geroup investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education. Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
      Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi. Model group-investigation memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu:
1.       grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan),
2.      Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya),
3.      investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi),
4.      organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis),
5.      presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan
6.      evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
      Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak pengiring pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam bernegara, kebebasan sebagai siswa, penumbuhan aspek sosial, interpersonal, dan intrapersonal.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Resources

Hitstats Counter